Semuanya dilalui dengan tidak menyenangkan. Ia masih ingat bagaimana harus sering memakai sandal jepit untuk sekolah jika musim hujan, sebab sepatu Ado hanya satu. Jika basah ia tak punya sepatu pengganti dan terpaksa mengenakan sandal.
Ia juga masih ingat dengan lekat bagaimana rasanya berjalan kaki ketika ke sekolah dan bermain, sementara teman-temannya bergembira naik sepeda. Itulah sedikit pengalaman pahitnya di masa kecil, dari sekian banyak pengalaman pahit yang dirasakannya.
Kesedihan Ado berujung ketika ia lulus SD pada 1999. Bapaknya yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan tak mampu membiayai lagi sekolahnya. Dengan terpaksa dia tidak melanjutkan jenjang SMP. Dua tahun kemudian, ia meninggalkan kota kelahirannya Garut menuju Bandung untuk mengadu nasib. Alasannya dia tak mau merepotkan orangtuanya.
Pekerjaan pertamanya di Bandung bukanlah pekerjaan yang membanggakan bagi seorang remaja sepertinya. Ia menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di daerah Dipati Ukur, Bandung.
Pekerjaan itu dia lalui selama tiga tahun. Pada 2004 Ado “naik pangkat” dengan bekerja di Record Man, sebuah toko pakaian yang identik dengan musik cadas. Kejujuran dan kerja kerasnya membuat Ado dipromosikan hingga menjadi manajer toko tersebut. Setelah bekerja di Record Man selama 7 tahun, Ado memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. “Saya sih tidak mau terus-terusan kerja pada orang. Ingin punya usaha sendiri. Lagipula saya sudah punya pengalaman di bidang pakaian, jadi tahu seluk-beluk bisnisnya,” kata Aldo.
Bermodal tabungan sebesar Rp 2,5 juta ia mulai menyewa los di Plaza Parahyangan berukuran 3×3 dengan biaya sewa Rp 1,4 juta. Meski baru pertama menjalankan usaha, Ado mengaku yakin bahwa dia akan berhasil. Meski modal uangnya sedikit, Ado memiliki modal lain yang lebih penting dari uang yaitu pengalaman dan jaringan.
Ia punya pengalaman selama 7 tahun di industri ini dan ia punya jaringan pemasok maupun pelanggan. Ado menggandeng teman-temannya musisi musik metal untuk dibuatkan merchandise. Ado merupakan seorang pengemar musik cadas. Usaha merchandise tersebut ternyata membawa berkah bagi dirinya. Dalam waktu relatif singkat usahanya menanjak.
Sebagai pengusaha, Ado belajar melihat tren di pasaran. Ketika persaingan di bisnis merchandise band mulai ketat, Ado mencari ide lain. Dia pun kemudian melakukan diversifikasi desain kaos dengan membuat desain-desain bergaya Sunda. Tapi kaos bergaya metal tetap dia jalankan. Kejelian melihat peluang inilah yang membuat Ado bisa bertahan hingga sekarang. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Omzet yang awalnya jutaan berkembang menjadi belasan dan puluhan juta rupiah. Dan sekarang menurut Ado angkanya sudah menyentuh Rp 100 juta per bulan. Meski usahanya sudah maju dan omzetnya menggelembung, tapi Ado mengaku tetap hidup sederhana. Pengalaman di masa lalu mengajarinya untuk hidup sederhana. Kesabaran dan keuletan Ado terbayar sekarang ini.
Sumber : kisahsukses.info